Ibu hamil harus berhati-hati dengan penyakit malaria. Penyakit
mematikan ini memang telah lama diketahui menyebabkan kelahiran prematur
dan berat lahir rendah. Namun penelitian terbaru menunjukkan bahwa
malaria meningkatkan risiko ibu hamil mengalami keguguran sebesar tiga
kali lipat.
Para peneliti di Shoklo Malaria Research Unit menemukan bahwa satu episode malaria pada trimester pertama kehamilan terkait dengan peningkatan risiko keguguran sebesar tiga kali lipat. Risiko ini bukan terkait dengan pengobatan malaria, sebab peneliti menemukan bahwa perempuan yang diobati dengan obat anti malaria tidak mengalami efek samping yang serius atau meningkatkan kemungkinannya mengalami keguguran.
Menurut perkiraan, ada 125 juta kehamilan yang berisiko malaria setiap tahunnya. Selama kehamilan, malaria dapat menyebabkan anemia berat dan infeksi parasit pada janin dan meningkatkan risiko berat lahir rendah, kelahiran prematur, dan kematian ibu.
Sampai sekarang, para ilmuwan hanya sedikit mengetahui tentang efek malaria di awal kehamilan atau manfaat dan bahaya obat anti malaria selama tahap-tahap awal kehamilan. Pengobatan malaria tidak disarankan selama kehamilan trimester pertama karena terbukti berpotensi menyebabkan cacat lahir atau keguguran.
"Parasit malaria, baik plasmodium vivax maupun falciparum, memberikan kontribusi yang signifikan pada kematian janin dan bayi. Hasil ini menunjukkan bahwa efek berbahaya malaria pada trimester pertama kehamilan lebih besar daripada efek pengobatan. Kami menekankan pentingnya deteksi dini malaria serta pengobatan yang efektif untuk semua perempuan hamil dengan segara," kata peneliti, Rose McGready dari Shoklo Malaria Research Unit di Thailand.
McGready dan timnya telah melakukan peneltian di Shoklo Malaria Research Unit pada bulan Mei 1986 hingga Oktober 2010. Para ilmuwan membandingkan hasil dari 16.668 orang perempuan yang tidak mengalami malaria selama kehamilan dengan 945 orang perempuan yang hanya memiliki satu episode malaria pada trimester pertama, yaitu kurang dari 14 minggu kehamilannya.
Penelitian yang dilansir MedicalNewsToday.com, Senin (2/1/2011) ini menemukan bahwa malaria asimtomatik atau yang tidak menunjukkan gejala nyata berkaitan dengan risiko keguguran tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mengalami malaria. Bahkan, risiko keguguran pada ibu hamil dengan gejala malaria cenderung sampai empat kali lebih besar. Risiko ini sama di antara perempuan dengan malaria vivax dan falsiparum.
Para peneliti juga menemukan bahwa kemungkinan keguguran pada perempuan yang menerima obat malaria selama trimester pertama tetap sama, yaitu dengan obat klorokuin sebesar 26 persen, dengan kina sebesar 27 persen, dan artesunat 31 persen.
Para peneliti di Shoklo Malaria Research Unit menemukan bahwa satu episode malaria pada trimester pertama kehamilan terkait dengan peningkatan risiko keguguran sebesar tiga kali lipat. Risiko ini bukan terkait dengan pengobatan malaria, sebab peneliti menemukan bahwa perempuan yang diobati dengan obat anti malaria tidak mengalami efek samping yang serius atau meningkatkan kemungkinannya mengalami keguguran.
Menurut perkiraan, ada 125 juta kehamilan yang berisiko malaria setiap tahunnya. Selama kehamilan, malaria dapat menyebabkan anemia berat dan infeksi parasit pada janin dan meningkatkan risiko berat lahir rendah, kelahiran prematur, dan kematian ibu.
Sampai sekarang, para ilmuwan hanya sedikit mengetahui tentang efek malaria di awal kehamilan atau manfaat dan bahaya obat anti malaria selama tahap-tahap awal kehamilan. Pengobatan malaria tidak disarankan selama kehamilan trimester pertama karena terbukti berpotensi menyebabkan cacat lahir atau keguguran.
"Parasit malaria, baik plasmodium vivax maupun falciparum, memberikan kontribusi yang signifikan pada kematian janin dan bayi. Hasil ini menunjukkan bahwa efek berbahaya malaria pada trimester pertama kehamilan lebih besar daripada efek pengobatan. Kami menekankan pentingnya deteksi dini malaria serta pengobatan yang efektif untuk semua perempuan hamil dengan segara," kata peneliti, Rose McGready dari Shoklo Malaria Research Unit di Thailand.
McGready dan timnya telah melakukan peneltian di Shoklo Malaria Research Unit pada bulan Mei 1986 hingga Oktober 2010. Para ilmuwan membandingkan hasil dari 16.668 orang perempuan yang tidak mengalami malaria selama kehamilan dengan 945 orang perempuan yang hanya memiliki satu episode malaria pada trimester pertama, yaitu kurang dari 14 minggu kehamilannya.
Penelitian yang dilansir MedicalNewsToday.com, Senin (2/1/2011) ini menemukan bahwa malaria asimtomatik atau yang tidak menunjukkan gejala nyata berkaitan dengan risiko keguguran tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mengalami malaria. Bahkan, risiko keguguran pada ibu hamil dengan gejala malaria cenderung sampai empat kali lebih besar. Risiko ini sama di antara perempuan dengan malaria vivax dan falsiparum.
Para peneliti juga menemukan bahwa kemungkinan keguguran pada perempuan yang menerima obat malaria selama trimester pertama tetap sama, yaitu dengan obat klorokuin sebesar 26 persen, dengan kina sebesar 27 persen, dan artesunat 31 persen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar