Mungkin
kita sudah sangat sering mendengar daerah-daerah seperti kosambi,
cihampelas, cilimus, dll. tapi mungkin juga sedikit yang menyadari bahwa
nama-nama daerah tersebut berasal dari nama tanaman.
Kali ini saya akan sedikit sharing tentang pengetahuan mengenai beberapa tanaman yang namanya dijadikan nama daerah.
1. Kosambi
Kesambi atau kosambi (Schleichera oleosa) adalah nama sejenis pohon daerah kering, kerabat rambutan dari suku Sapindaceae. Beberapa nama daerahnya, di antaranya kasambi (Sd.); kesambi, kusambi, sambi (Jw., Bal.);kasambhi (Md.); kusambi, usapi (Tim.); kasembi, kahembi (Sumba); kehabe(Sawu); kabahi (Solor); kalabai (Alor); kule, ule (Rote); bado (Mak.); ading(Bug.).
Nama-nama itu mirip dengan sebutannya di India, tanah asal tumbuhan ini, misalnya: kosam, kosumb, kusum, kussam, rusam, puvam. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai gum-lac tree, Indian lac tree, Malay lac tree, Macassar oil tree, Ceylon oak, dan lain-lain. Nama-nama itu merujuk pada hasil-hasil yang diperoleh dari pohon ini, seperti lak dan minyak Makassar.
Kayu kesambi, terutama kayu terasnya,
padat, berat, dan sangat keras; berwarna merah muda hingga kelabu. Kayu
ini ulet, kenyal, dan tahan terhadap perubahan kering dan basah
berganti-ganti, sehingga di masa silam kerap dimanfaatkan sebagai
jangkar perahu. Tidak mudah menyerpih, kayu kesambi sering dipakai
membuat alu, silinder-silinder dalam penggilingan, dan perkakas rumah
tangga umumnya. Mempunyai nilai energi yang tinggi hingga 20.800 kJ/kg,
kayu ini disenangi sebagai kayu bakar dan bahan pembuatan arang.
Pepagan kesambi dimanfaatkan untuk
menyamak kulit, mewarnai batik, mengelatkan nira agar tidak masam ketika
difermentasi, serta untuk campuran lulur. Pepagan yang digerus halus
dan dicampur minyak, digunakan sebagai obat kudis. Daunnya yang muda,
mentah atau direbus, dimakan sebagai lalap. Buah kesambi yang telah
masak dimakan segar, atau, mentahnya dijadikan asinan.
Bijinya, langsung atau setelah lebih dulu dipanggang sebentar, dikempa untuk mendapatkan minyaknya. Minyak kesambi ini (Jw., kecacil)
mengandung sedikit asam sianida, dan digunakan untuk mengobati kudis
dan luka-luka. Di Sulawesi Selatan, minyak kesambi ini dimasak dengan
pelbagai rempah-rempah dan harum-haruman, dijadikan aneka minyak
berkhasiat obat; termasuk di antaranya “minyak makassar” (Macassar oil)
yang terkenal untuk merawat rambut. Bagian yang kental dari minyak
dijadikan salep obat atau untuk menambal celah (memakal) perahu. Dahulu,
minyak kesambi ini juga dijadikan minyak lampu, minyak makan dan bahan
pembuat sabun.
Daun-daun, pucuk rerantingan, dan limbah
biji (bungkil) sisa pengempaan dijadikan pakan ternak. Sementara itu
dalam industri kehutanan, pohon kesambi merupakan salah satu pohon inang
terpenting bagi kutu lak (Laccifer lacca). Lak dan syelak (shellac),
resin lengket yang digunakan sebagai bahan pewarna, pengilat makanan,
dan pernis, terutama dihasilkan oleh India. Di Indonesia, lak diproduksi
oleh Perhutani di Probolinggo. 2. Hampelas
Hampelas (bahasa Sunda dan bahasa Melayu) atau rampelas (bahasa
Jawa) adalah tumbuhan dari keluarga Moraceae yang tingginya sampai 20
meter dengan gemang 50 cm, tumbuh di seluruh Indonesia, tersebar pada
ketinggian kurang dari 1.300 m dpl.
Batang dari pohon hampelas berdiri tegak,
bulat, dan mempunyai percabangan simpodial. Daunnnya tunggal,
berseling, lonjong, tepi bergerigi. Daun hampelas teksturnya kasar dan
jika kering bisa dijadikan sebagai ampelas untuk menghaluskan permukaan
kayu. Bunganya mempunyai panjang 5-7 mm, berwarna hijau kecoklatan, dan
kelopaknya berbentuk corong. Sedangkan bijinya berbentuk bulat dan
berwarna putih.
Hampelas ada yang dibudidayakan karena kegunaan daunnya, ada juga yang tumbuh dengan sendirinya.
Cairan dari tumbuhan ini dapat diminum,
berguna untuk pengobatan orang yang mengalami kesulitan mengeluarkan air
kencing dan sebagai obat murus/mencret. Hampelas mengandung air,
berwarna cokelat kekuningan dan rasanya pedas. Cairan ini dapat
diperoleh dengan cara memotong akarnya. Daun, akar dan batang pohon
hampelas mengandung saponin, flavonoida dan polifenol.
3. Limus
Limus (sunda) atau Bacang adalah nama sejenis pohon buah yang masih sekerabat dengan mangga. Orang sering menyebut buahnya sebagai bacang,ambacang (Min.), embacang atau mangga bacang. Juga dikenal dengan aneka nama daerah seperti limus (Sd.), asam hambawang (Banjar), macangatau machang (Malaysia), maa chang, ma chae atau ma mut (Thailand), la mot(Myanmar) dll. Dalam bahasa Inggris disebut bachang atau horse mango, sementara nama ilmiahnya adalah Mangifera foetida Lour.
Bacang terutama ditanam untuk buahnya,
yang biasa dimakan dalam keadaan segar jika masak. Wanginya yang khas
menjadikan buah ini digemari sebagai campuran minuman atau es, meski
masih kalah kualitas jika dibandingkan dengan kuweni (Mangifera odorata).
Getah bacang yang gatal juga terdapat
pada buahnya; akan tetapi jika masak, getah ini terbatas berada hanya
pada kulitnya. Dengan demikian buah bacang perlu dikupas agak tebal,
supaya getah itu tidak melukai mulut dan bibir dan menyebabkan
bengkak-bengkak. Buah bacang yang muda biasanya direndam dalam air
garam, sesudah dikupas dan dipotong-potong, agar dapat dijadikan rujak
atau asinan. Di Kalimantan Timur, bacang juga kerap digunakan sebagai
asam dalam membuat sambal.
Kayu bacang tidak begitu baik
kualitasnya, namun kadang-kadang dimanfaatkan dalam konstruksi ringan di
dalam rumah. Daunnya dapat digunakan sebagai penurun demam, dan bijinya
untuk mengobati penyakit jamur, kudis dan eksim. Getahnya untuk
memperdalam gambar tato tradisional. 4. Bintaro
Buah bintaro yang belum masak
Bintaro (Cerbera manghas) atau ada pula yang menyebutkan Cerbera odollam Gaertn adalah tumbuhan pantai atau paya berupa pohon dengan ketinggian dapat mencapai 12m. Dikenal di Pasifik dengan nama leva (Samoa),toto (Tonga), serta vasa. Pohon Bintaro juga disebut Pong-pong tree atau Indian suicide tree.
Dinamakan Cerbera karena bijinya dan
semua bagian pohonnya mengandung racun yang disebut “cerberin” yaitu
racun yang dapat menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung
manusia, sehingga mengganggu detak jantung dan dapat menyebabkan
kematian. Getahnya sejak dulu dipakai sebagai racun panah/tulup untuk
berburu. Racunnya dilaporkan dipakai untuk bunuh diri atau membunuh
orang. Bahkan asap dari pembakaran kayunya dapat menyebabkan keracunan.
Walaupun beracun, bijinya mengandung minyak yang cukup banyak (54,33%)
dan berpotensi digunakan sebagai bahan baku biodiesel dengan melalui
proses hidrolisis, ekstrasi dan destilasi.
5. Lame
Lame atau Pulai adalah nama pohon dengan nama botani Alstonia scholaris.
pohon ini dari jenis tanaman keras yang hidup di pulau Jawa dan
Sumatra. Dikenal juga dengan nama lokal pule, kayu gabus, lame, lamo dan
jelutung.
kualitas kayunya tidak terlalu keras dan
kurang disukai untuk bahan bangunan karena kayunya mudah melengkung jika
lembab, tapi banyak digunakan untuk membuat perkakas rumah tangga dari
kayu dan ukiran serta patung. Pohon ini banyak digunakan untuk
penghijauan karena daunnya hijau mengkilat, rimbun dan melebar ke
samping sehingga memberikan kesejukan. Kulitnya digunakan untuk bahan
baku obat. berkhasiat untuk mengobati penyakit radang tenggorokan dan
lain-lain. Di Jawa Barat kayu lame sering digunakan untuk pembuatan
wayang golek.
6. Menteng atau Kapundung
Menteng, kepundung, atau (ke)mundung (terutama Baccaurea racemosa(Reinw.) Muell. Arg.; juga B. javanica dan B. dulcis)
adalah pohon penghasil buah dengan nama sama yang dapat dimakan.
Sekilas buah menteng mirip dengan buah duku namun tajuk pohonnya
berbeda. Rasa buahnya biasanya masam (kecut) meskipun ada pula yang
manis.
Jenis ini dipelihara, terutama untuk
hasil buahnya. Buah yang segar mungkin dapat lebih populer jika kultivar
yang rasanya asam diganti dengan yang manis, dan jika dagingnya tidak
menempel kepada bijinya (karenanya biji sering ditelan). Buahnya juga
dimanfaatkan untuk setup; mungkin dijadikan asinan, atau difermentasi
menjadi anggur. Sebagian besar jenis Baccaurea menghasilkan kayu yang
baik sekali, merupakan produk utama berbagai jenis minor, walaupun untuk
beberapa jenis buahnya dapat dimakan juga. Kayunya digunakan untuk
bangunan rumah, perahu, dan mebel. Selain itu, sama halnya dengan
pohon-pohon kauliflora lainnya, Baccaurea dianggap sebagai pohon
perambat yang baik untuk rotan. Jenis-jenis yang dibudidayakan membentuk
tajuk yang bagus dan dapat dimanfaatkan juga sebagai tanaman hias dan
pohon pelindung. Kulit kayu beberapa jenisnya, dengan dicampur berbagai
ramuan, digunakan untuk mewarnai sutra menjadi kuning, merah, atau
lembayung muda, melalui proses pewarnaan yang dalam bahasa Melayu
disebut ‘pekan’. Kulit kayu ini digunakan juga untuk mengobati mata
bengkak.
7. Kemang
buah kemang
Kemang adalah pohon buah
sejenis mangga dengan bau yang harum menusuk dan rasa yang masam manis.
Pohon ini berkerabat dekat dan seringkali dianggap sama dengan binjai.
Akan tetapi beberapa pakar menyarankan untuk memisahkannya dalam jenis
tersendiri, Mangifera kemanga. Kemang juga dikenal dengan nama lain seperti palong (bahasa Kutai, Kaltim).
Sebagaimana binjai, kemang terutama
ditanam untuk buahnya, yang biasa dimakan segar setelah buah itu masak
atau dijadikan campuran es. Buah kemang juga biasa dijadikan sari buah.
Buah kemang yang muda disukai untuk bahan rujak. Demikian pula bijinya,
yang dalam keadaan segar diiris-iris dan dimakan setelah dibumbui serta
ditambah kecap. Daun kemang yang masih muda (kuncup) digunakan untuk
lalap dan kerap dihidangkan di rumah-makan Sunda. Sedangkan batangnya
dapat dijadikan kayu untuk konstruksi ringan. 8. Dadap
Dadap atau cangkring adalah
sejenis pohon anggota suku Fabaceae (=Leguminosae). Tanaman yang kerap
digunakan sebagai pagar hidup dan peneduh ini memiliki banyak sebutan
yang lain. Di antaranya dadap ayam, dadap laut (Jw.; dadap blendung
(Sd.); theutheuk (Md.); dalungdung (Bal.);deris (Timor); galala itam (Maluku) dan lain-lain.
Juga dapdap, andorogat (Fil.); th’ong banz (Laos (Sino-Tibetan)); thong baan, thong laang laai, thong phueak (Thai); penglay-kathit (Burma); Indian coral tree, variegated coral tree, tiger’s claw (Ingg.); arbre au corail, arbre immortel(Fr.) dan lain-lain.
Dadap kerap dipakai sebagai pohon peneduh
di kebun-kebun kopi dan kakao, atau pohon rambatan bagi tanaman lada,
sirih, panili, atau umbi gadung. Juga baik digunakan sebagai tiang-tiang
pagar hidup.[4] Di wilayah Pasifik, dadap dimanfaatkan sebagai penahan
angin. Tanaman ini menghasilkan kayu ringan (BJ 0,2-0,3), lunak dan
berwarna putih, yang baik untuk membuat pelampung, peti-peti pengemas,
pigura, dan mainan anak. Kayunya juga merupakan bahan pulp, namun kurang
baik digunakan sebagai kayu api karena banyak berasap.
Daun-daun dadap yang muda dapat digunakan
sebagai sayuran. Daun-daun ini berkhasiat membanyakkan susu ibu,
membuat tidur lebih nyenyak, dan bersama dengan bunganya untuk
melancarkan haid. Cairan sari daun yang dicampur madu diminum untuk
mengobati cacingan; sari daun dadap yang dicampur minyak jarak
(kasteroli) digunakan untuk menyembuhkan disentri. Daun dadap yang
dipanaskan digunakan sebagai tapal untuk meringankan rematik. Pepagan
(kulit batang) dadap memiliki khasiat sebagai pencahar, peluruh kencing
dan pengencer dahak. Memiliki kandungan protein (dan nitrogen) yang
tinggi, daun-daun dadap juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau
untuk pupuk hijau. Sebatang pohon dadap yang berukuran sedang, yang
dipangkas 3-4 kali setahun, dapat menghasilkan 15-50 kg hijauan pakan
ternak dalam setahunnya. Sejauh ini, daun-daun dadap diketahui tidak
bersifat racun (toksik) bagi ternak ruminansia.Perakaran dadap
bersimbiosis dengan bakteri Bradyrhizobium mengikat nitrogen dari udara, dan meningkatkan kesuburan tanah.
9. Gadung
Gadung (Dioscorea hispida Dennst.,
suku gadung-gadungan atau Dioscoreaceae) tergolong tanaman umbi-umbian
yang cukup populer walaupun kurang mendapat perhatian. Gadung
menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung racun yang dapat
mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya.
Produk gadung yang paling dikenal adalah dalam bentuk keripik meskipun
rebusan gadung juga dapat dimakan. Umbinya dapat pula dijadikan arak
(difermentasi) sehingga di Malaysia dikenal pula sebagai ubi arak, selain taring pelandok.
Umbi gadung dikenal sangat beracun. Umbi
ini digunakan sebagai racun ikan atau mata panah. Sepotong umbi sebesar
apel cukup untuk membunuh seorang pria dalam waktu 6 jam. Efek pertama
berupa rasa tidak nyaman di tenggorokan, yang berangsur menjadi rasa
terbakar, diikuti oleh pusing, muntah darah, rasa tercekik, mengantuk
dan kelelahan.[2]
Meski demikian di Indonesia dan Cina,
parutan umbi gadung ini digunakan untuk mengobati penyakit kusta tahap
awal, kutil, kapalan dan mata ikan. Bersama dengan gadung cina (Smilax china L.),
umbi gadung dipakai untuk mengobati luka-luka akibat sifilis. Di
Thailand, irisan dari umbi gadung dioleskan untuk mengurangi kejang
perut dan kolik, dan untuk menghilangkan nanah dari luka-luka. Di
Filipina dan Cina, umbi ini digunakan untuk meringankan arthritis dan
rematik, dan untuk membersihkan luka binatang yang dipenuhi belatung.
Mungkin hanya baru ini saja yang dapat
saya share untuk kali ini, tapi dari pengetahuan tadi kita dapat
mengambil pelajaran bahwa nenek moyang kita dulu banyak menamai daerah
di Indonesia ini dengan nama tanaman mungkin memiliki pesan kepada kita
sebagai generasi sesudahnya agar senantiasa dapat menjaga dan
melestarikan tanaman-tanaman tersebut dan dapat memanfaatkannya dengan
maksimal. Namun sayang banyak dari kita sekarang yang tidak peduli akan
hal tersebut, sehingga kita hanya bisa menjadi penonton sementara bangsa
lain memanfaatkan kekayaan flora kita.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat memotivasi kita semua untuk lebih mengenal diri kita dan memaksimalkan potensi yang ada padanya (http://duniatehnikku.wordpress.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar