Kepolisian Republik Indonesia baru saja merayakan hari jadi Ke-67.
Banyak polisi yang terjerat kasus dan memalukan kesatuan. Tapi banyak
pula yang membuktikan kesetiaan luar biasa pada negara.
Salah satu kisah heroik para polisi ini adalah saat Detasemen Kawal pribadi (DKP) berkali-kali menyelamatkan Presiden Soekarno dari percobaan pembunuhan.
Ajun Komisaris Besar Polisi Mangil Martowidjojo mengisahkan peristiwa tanggal 14 Mei 1962 itu dalam buku Gerakan 30 September, Pelaku, Pahlawan & Petualang yang ditulis wartawan Senior Julius Pour, terbitan Kompas.
Komandan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) ini baru menerima kabar dari Kapten (CPM) Dahlan. Laporan itu menyebutkan Kelompok Darul Islam merencanakan untuk membunuh Presiden Soekarno.
Saat itu Mangil memeriksa jadwal Presiden Soekarno satu minggu ke depan. Mangil yakin, para pemberontak itu pasti akan menyerang Soekarno saat Salat Idul Adha. Saat itu Istana menggelar Salat Id. Penjagaan relatif longgar dan semua pintu istana terbuka.
Maka Mangil bersiaga saat Idul Adha. Dia sengaja tidak ikut Salat Id.
"Saya duduk enam langkah di depan bapak. Di samping saya duduk Inspektur Polisi Soedio. Kami berdua menghadap ke arah umat. Sedangkan tiga anak buah, Amon Soedrajat, Abdul Karim dan Susilo pakai pakaian sipil dan berpistol duduk di sekeliling bapak," cerita Mangil.
Tiba-tiba saat rukuk, seorang pria bertakbir keras. Dia mengeluarkan pistol dan menembak ke arah Soekarno.
Refleks, semua pengawal berlarian menubruk Soekarno. Amoen melindungi Soekarno dengan tubuhnya.
Dor! Sebutir peluru menembus dadanya. Amoen terjatuh berlumuran darah.
Dor! Pistol menyalak lagi. Kali ini mengenai menyerempet kepala Susilo. Tapi tanpa menghiraukan luka-lukanya, Susilo menerjang penembak gelap itu. Dua anggota DKP membantu Susilo menyergap penambak yang belakangan diketahui bernama Bachrum. Pistol milik Bachrum akhirnya bisa direbut DKP.
Soekarno berhasil diselamatkan. Begitu juga dengan dua polisi pengawalnya. Untungnya walau terluka parah, Amoen dan Susilo selamat.
Soekarno juga menceritakan serangan ini dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams. Dia menyebut berkali-kali Darul Islam mencoba membunuhnya. Mulai dari serangan pesawat udara, granat Cikini dan akhirnya menyerang saat Salat Idul Adha. Soekarno menilai mereka adalah orang terpelajar yang ultrafanatik pada ideologi tertentu.
Orang-orang yang mencoba membunuh Soekarno ini diadili dan dihukum mati. Namun belakangan Soekarno memberikan amnesti dan membatalkan hukuman mati tersebut.
"Aku tidak sampai hati memerintahkan dia dieksekusi," kata Soekarno.
Salah satu kisah heroik para polisi ini adalah saat Detasemen Kawal pribadi (DKP) berkali-kali menyelamatkan Presiden Soekarno dari percobaan pembunuhan.
Ajun Komisaris Besar Polisi Mangil Martowidjojo mengisahkan peristiwa tanggal 14 Mei 1962 itu dalam buku Gerakan 30 September, Pelaku, Pahlawan & Petualang yang ditulis wartawan Senior Julius Pour, terbitan Kompas.
Komandan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) ini baru menerima kabar dari Kapten (CPM) Dahlan. Laporan itu menyebutkan Kelompok Darul Islam merencanakan untuk membunuh Presiden Soekarno.
Saat itu Mangil memeriksa jadwal Presiden Soekarno satu minggu ke depan. Mangil yakin, para pemberontak itu pasti akan menyerang Soekarno saat Salat Idul Adha. Saat itu Istana menggelar Salat Id. Penjagaan relatif longgar dan semua pintu istana terbuka.
Maka Mangil bersiaga saat Idul Adha. Dia sengaja tidak ikut Salat Id.
"Saya duduk enam langkah di depan bapak. Di samping saya duduk Inspektur Polisi Soedio. Kami berdua menghadap ke arah umat. Sedangkan tiga anak buah, Amon Soedrajat, Abdul Karim dan Susilo pakai pakaian sipil dan berpistol duduk di sekeliling bapak," cerita Mangil.
Tiba-tiba saat rukuk, seorang pria bertakbir keras. Dia mengeluarkan pistol dan menembak ke arah Soekarno.
Refleks, semua pengawal berlarian menubruk Soekarno. Amoen melindungi Soekarno dengan tubuhnya.
Dor! Sebutir peluru menembus dadanya. Amoen terjatuh berlumuran darah.
Dor! Pistol menyalak lagi. Kali ini mengenai menyerempet kepala Susilo. Tapi tanpa menghiraukan luka-lukanya, Susilo menerjang penembak gelap itu. Dua anggota DKP membantu Susilo menyergap penambak yang belakangan diketahui bernama Bachrum. Pistol milik Bachrum akhirnya bisa direbut DKP.
Soekarno berhasil diselamatkan. Begitu juga dengan dua polisi pengawalnya. Untungnya walau terluka parah, Amoen dan Susilo selamat.
Soekarno juga menceritakan serangan ini dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams. Dia menyebut berkali-kali Darul Islam mencoba membunuhnya. Mulai dari serangan pesawat udara, granat Cikini dan akhirnya menyerang saat Salat Idul Adha. Soekarno menilai mereka adalah orang terpelajar yang ultrafanatik pada ideologi tertentu.
Orang-orang yang mencoba membunuh Soekarno ini diadili dan dihukum mati. Namun belakangan Soekarno memberikan amnesti dan membatalkan hukuman mati tersebut.
"Aku tidak sampai hati memerintahkan dia dieksekusi," kata Soekarno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar