Osama bin Laden
bukan ditembak mati oleh Navy SEAL, tetapi meledakkan diri dengan
sebuah sabuk bom bunuh diri. Demikian klaim seorang mantan pengawal
pribadi pemimpin teroris itu.
Dalam sebuah klaim yang mengonter sejumlah laporan sebelumnya, Nabeel Naeem Abdul Fattah, mantan pemimpin Jihal Islam Mesir (1988-1992), mengatakan bahwa pemimpin Al Qaeda itu meledakkan sabuk bomnya ketika pasukan khusus AS masuk ke kompleks tempat tinggalnya. Akibatnya, ia dan dua pengawalnya tewas dalam operasi militer AS yang dikenal dengan nama sandi "Operasi Geronimo" itu.
Dalam sebuah wawancara khusus dengan Gulf News, Senin (27/5/2013), Abdul Fattah mengakui ia tidak berada di lokasi kejadian saat Osama tewas, tetapi ia diberi tahu tentang "apa yang terjadi" oleh salah seorang kerabat Osama. Laporan tentang kematian Osama di kompleksnya di Abbotabad, Pakistan, pada 2 Mei 2011 itu dipandang sebagai propaganda terbaru para pendukungnya.
Abdul Fattah mengatakan kepada Gulf News bahwa dia menemukan cerita resmi penguburan Osama di laut yang mencurigakan dan menuduh Presiden AS, Barack Obama, berbohong.
"Kisah penguburan Bin Laden di laut mencurigakan. Presiden AS, Barack Obama, berbohong ketika dia menyatakan bahwa Bin Laden dikuburkan di laut. Bagian tubuh Bin Laden terpotong-potong menjadi beberapa bagian, yang mirip dengan (akibat) serangan bom bunuh diri agar tidak meninggalkan petunjuk apa pun kepada pasukan AS untuk mengidentifikasi dirinya," kata Abdul Fattah.
Abdul Fattah mengatakan, Osama telah meledakkan dirinya demi menghindari penangkapan dan untuk "menjaga rahasianya" sampai mati. Abdul Fattah mengklaim bahwa Osama telah mengenakan sabuk bom selama sepuluh tahun terakhir hidupnya. "Intelijen AS telah merencanakan untuk menangkap dia hidup-hidup, tetapi mereka salah perhitungan. Dia meledakkan dirinya untuk menghindari penangkapan. Ia ingin menjaga rahasianya dan dia memiliki banyak sponsor dari negara-negara Teluk karena mereka mengirimkan uang kepadanya. Dia ingin menyelamatkan mereka dari masalah. Dia bersumpah di depan Ka'bah untuk menjaga semua rahasianya sampai mati," kata Abdul Fattah.
Ada beberapa laporan tentang jam-jam terakhir kematian pemimpin teroris itu. Beberapa saat setelah tengah malam pada pagi hari tanggal 2 Mei 2011, 23 orang anggota pasukan komando AS dan penerjemah mereka menyerang kompleks Osama. Mereka menembak dan menewaskan dua pengawalnya, salah seorang putranya serta pengawal dari salah satu istrinya.
Tiga tentara pertama yang mencapai lantai atas rumahnya, di mana kamar tidur Osama diyakini berada, adalah seorang point man (pemimpin regu), penembak yang sosoknya ada di majalah Esquire, dan tentara yang kini jadi terkenal, yaitu Matt Bissonnette. Bissonnette anggota Tim 6 yang lain, yang laporannya diterbitkan dalam buku laris No Easy Day. Dalam buku itu, ia menggunakan nama samaran Mark Owen.
Si penembak mengatakan kepada Esquire bahwa Osama mengintip melalui pintu kamarnya dan si pemimpin regu menembaknya, tetapi tak jelas apakah mengenainya atau tidak sebelum melumpuhkan dua perempuan yang berada di dekatnya. Si penembak mengklaim bahwa ia kemudian berlari sendirian ke ruangan di mana ia menemukan Osama bersembunyi di belakang salah satu istrinya, yang mungkin digunakannya sebagai perisai manusia. Melihat sebuah senjata "berada dalam jangkauan", si penembak menembak Osama dua kali di kepala.
Sebuah laporan lain muncul pada Maret, yang menyatakan bahwa si pemimpin regu menembak dan menimbulkan luka parah pada Osama.
Analis keamanan CNN, Peter Bergen, melaporkan bahwa si pemimpin regu melompat ke arah dua perempuan di dekatnya untuk menyingkirkan bahan peledak yang mungkin ada pada mereka. Setelah itu, dua anggota SEAL yang lain masuk ke kamar tidur Osama dan melihat dia terluka parah, lalu menghabisinya.
Laporan itu mirip dengan yang dibeberkan dalam No Easy Day saat Bissonnette mengatakan dia adalah salah satu dari sejumlah orang yang tiba pertama di ruangan itu, yang melihat Osama sekarat, kemudian menghabisinya saat ia berbaring di lantai.
Gulf News
Dalam sebuah klaim yang mengonter sejumlah laporan sebelumnya, Nabeel Naeem Abdul Fattah, mantan pemimpin Jihal Islam Mesir (1988-1992), mengatakan bahwa pemimpin Al Qaeda itu meledakkan sabuk bomnya ketika pasukan khusus AS masuk ke kompleks tempat tinggalnya. Akibatnya, ia dan dua pengawalnya tewas dalam operasi militer AS yang dikenal dengan nama sandi "Operasi Geronimo" itu.
Dalam sebuah wawancara khusus dengan Gulf News, Senin (27/5/2013), Abdul Fattah mengakui ia tidak berada di lokasi kejadian saat Osama tewas, tetapi ia diberi tahu tentang "apa yang terjadi" oleh salah seorang kerabat Osama. Laporan tentang kematian Osama di kompleksnya di Abbotabad, Pakistan, pada 2 Mei 2011 itu dipandang sebagai propaganda terbaru para pendukungnya.
Abdul Fattah mengatakan kepada Gulf News bahwa dia menemukan cerita resmi penguburan Osama di laut yang mencurigakan dan menuduh Presiden AS, Barack Obama, berbohong.
"Kisah penguburan Bin Laden di laut mencurigakan. Presiden AS, Barack Obama, berbohong ketika dia menyatakan bahwa Bin Laden dikuburkan di laut. Bagian tubuh Bin Laden terpotong-potong menjadi beberapa bagian, yang mirip dengan (akibat) serangan bom bunuh diri agar tidak meninggalkan petunjuk apa pun kepada pasukan AS untuk mengidentifikasi dirinya," kata Abdul Fattah.
Abdul Fattah mengatakan, Osama telah meledakkan dirinya demi menghindari penangkapan dan untuk "menjaga rahasianya" sampai mati. Abdul Fattah mengklaim bahwa Osama telah mengenakan sabuk bom selama sepuluh tahun terakhir hidupnya. "Intelijen AS telah merencanakan untuk menangkap dia hidup-hidup, tetapi mereka salah perhitungan. Dia meledakkan dirinya untuk menghindari penangkapan. Ia ingin menjaga rahasianya dan dia memiliki banyak sponsor dari negara-negara Teluk karena mereka mengirimkan uang kepadanya. Dia ingin menyelamatkan mereka dari masalah. Dia bersumpah di depan Ka'bah untuk menjaga semua rahasianya sampai mati," kata Abdul Fattah.
Ada beberapa laporan tentang jam-jam terakhir kematian pemimpin teroris itu. Beberapa saat setelah tengah malam pada pagi hari tanggal 2 Mei 2011, 23 orang anggota pasukan komando AS dan penerjemah mereka menyerang kompleks Osama. Mereka menembak dan menewaskan dua pengawalnya, salah seorang putranya serta pengawal dari salah satu istrinya.
Tiga tentara pertama yang mencapai lantai atas rumahnya, di mana kamar tidur Osama diyakini berada, adalah seorang point man (pemimpin regu), penembak yang sosoknya ada di majalah Esquire, dan tentara yang kini jadi terkenal, yaitu Matt Bissonnette. Bissonnette anggota Tim 6 yang lain, yang laporannya diterbitkan dalam buku laris No Easy Day. Dalam buku itu, ia menggunakan nama samaran Mark Owen.
Si penembak mengatakan kepada Esquire bahwa Osama mengintip melalui pintu kamarnya dan si pemimpin regu menembaknya, tetapi tak jelas apakah mengenainya atau tidak sebelum melumpuhkan dua perempuan yang berada di dekatnya. Si penembak mengklaim bahwa ia kemudian berlari sendirian ke ruangan di mana ia menemukan Osama bersembunyi di belakang salah satu istrinya, yang mungkin digunakannya sebagai perisai manusia. Melihat sebuah senjata "berada dalam jangkauan", si penembak menembak Osama dua kali di kepala.
Sebuah laporan lain muncul pada Maret, yang menyatakan bahwa si pemimpin regu menembak dan menimbulkan luka parah pada Osama.
Analis keamanan CNN, Peter Bergen, melaporkan bahwa si pemimpin regu melompat ke arah dua perempuan di dekatnya untuk menyingkirkan bahan peledak yang mungkin ada pada mereka. Setelah itu, dua anggota SEAL yang lain masuk ke kamar tidur Osama dan melihat dia terluka parah, lalu menghabisinya.
Laporan itu mirip dengan yang dibeberkan dalam No Easy Day saat Bissonnette mengatakan dia adalah salah satu dari sejumlah orang yang tiba pertama di ruangan itu, yang melihat Osama sekarat, kemudian menghabisinya saat ia berbaring di lantai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar