Gaya kinetik yang dihasilkan tersebut mampu membuat motor di dalam lampu berotasi ribuan kali per menit dan menghasilkan cahaya. Meski lebih terang dari lampu minyak, namun lampu ini masih memiliki kekurangan: setiap setengah jam sekali, beban lampu tersebut harus dinaikkan secara manual untuk mengulang proses.>>lihat gambar
Kepada businessweek.com, Martin Riddiford mengatakan, GravityLight segera diuji coba di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Timur Tengah pada musim panas ini. “Menurut rencana, lampu ini akan dipasarkan dengan harga USD5 (sekitar Rp50 ribu) per unit,” ujar Martin yang berencana menggunakan teknologi ini untuk charger ponsel.
Di era modern seperti sekarang, ternyata masih ada 1,5 miliar penduduk di dunia, terutama dari negara-negara berkembang, yang hidup tanpa tenaga listrik—dan menggunakan lampu minyak tanah sebagai alat penerangan rumah. Bahkan data World Bank menyebutkan, mereka mengeluarkan 10% penghasilannya, yakni sekitar USD36 miliar, untuk membeli minyak tanah.
Apakah GravityLight jawabannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar