MURAD Wilfried Hofmann terlahir pada 6 Juli 1931, dengan nama Wilfred
Hoffman, dari sebuah keluarga Katholik, di Jerman. Pendidikan
Universitasnya dilalui di Union College, New York. Pada tahun 1957 ia
meraih gelar gelar Doktor dalam bidang Undang-undang Jerman, dari
Universitas Munich. Dan pada tahun 1960, ia meraih gelar magister dari
Universitas Harvard dalam bidang Undang-undang Amerika.
Ia kemudian
bekerja di kementerian luar negeri Jerman, semenjak tahun 1961 hingga
tahun 1994. Ia terutama bertugas dalam masalah pertahanan nuklir. Ia
pernah menjadi direktur penerangan NATO di Brussel, Duta Besar Jerman di
Aljazair dan terakhir Duta Besar Jerman di Maroko, hingga tahun 1994.
Kini bersama isterinya, seorang muslimah asal Turki, ia menikmati
masa-masa pensiun di Istambul. Sambil berpikir dan mengarang buku.
Pengalamannya sebagai duta besar dan tamu beberapa negara Islam
mendorongnya untuk mempelajari Islam, terutama Al Quran. Dengan tekun ia
mempelajari Islam dan belajar memperaktekkan ibadah-ibadahnya. Pada
tanggal 11 September 1980, di Bonn, setelah lama ia rasakan pergolakan
pemikiran dalam dirinya yang makin mendekatkan dirinya kepada keimanan,
dengan terharu ia mengungkapkan dalam memoarsnya (edisi bahasa
Indonesia: Pergolakan Pemikiran): “Aku harus menjadi seorang Muslim!”
Maka pada tanggal 25 September 1980, di Islamic Center Colonia, ia
dengan pasti mengucapkan dua kalimat syahadat.
Ia memilih nama baru nama baru bagi dirinya: “Murad”. Muhammad Asad,
seorang Muslim Austria, yang sebelumnya bernama Leopold Weist, dalam
pengantarnya terhadap memoar Murad Hoffman, yang telah diterbitkan dalam
bahasa Indonesia dengan judul Pergolakan Pemikiran, lebih jauh
menjelaskan makna filosofis nama tersebut: “Murad artinya ‘yang dicari’,
dan pengertiannya yang lebih luas adalah ‘tujuan’, yaitu tujuan
tertinggi hidup Willfred Hoffman.”
Murad Hoffman telah menulis beberapa buku tentang Islam. Pada tahun
1985 ia menulis memoarnya, yang diterbitkan pada bahasa Inggris pada
tahun 1987, dalam bahasa Perancis pada tahun 1990, dalam bahasa Arab
pada tahun 1993, dan bahasa Indonesia pada tahun 1998 (dengan judul Pergolakan Pemikiran: Catatan Harian Muslim Jerman).
Bukunya yang menggegerkan; Der Islam als Alternative, juga telah
diterbitkan dalam edisi bahasa Inggris dan bahasa Arab, pada tahun 1993.
Annie Marie Schimmel dengan hangat memberikan kata pengantar dalam buku
tersebut, dan dengan antusias menutup pengantarnya itu sambil menyitir
Goethe: “Jika Islam berarti ketundukan dengan penuh ketulusan, maka atas
dasar Islamlah selayaknya kita hidup dan mati!” Memang, menurut
pengamatan Murad Moffman, sebentar lagi Schimmel akan terus terang
memeluk Islam.
Dalam buku Trend Islam 2000, Murad Hoffman mencoba menatap
potensi futuristik peradaban Islam. Dengan tujuh bagian kajian, ia
memulai dengan melihat tiga sikap kaum Muslimin terhadap masa depan
mereka.
Pertama: kelompok yang pesimis, yang melihat bahwa perjalanan sejarah pada dasarnya selalu menurun.
Kedua: kelompok yang melihat sejarah umat Islam seperti gelombang yang terdiri dari gerakan naik turun. Dan
Ketiga: kelompok yang amat optimis, yang melihat bahwa sejarah Islam terus menuju kemajuannya.
Ketiga kelompok tersebut, masing-masinng mempunyai sandarannya dari teks agama Islam.
Hoffman mengajak kita untuk bersikap optimis, menatap mentari esok
dengan semangat dan usaha. Maka ia mulai mencari faktor-faktor yang
mendorong optimisme tersebut, kemudian dibandingkan dengan situasi agama
Kristen dan Yahudi, sambil membaca hubungan Islam dan Barat. Kemudian
ia kembali bertanya, apakah mungkin membangkitkan Islam kembali? Untuk
menjawab itu, ia mengajukan skala prioritas pembaruan yang harus
dilaksakanakan sebagai prasyarat kebangkitan itu, yaitu: perbaikan mutu
pendidikan dan teknologi, melepaskan belenggu kaum perempuan, perbaikan
dalam hak-hak asasi manusia, merumuskan teori negara dan ekonomi,
memberikan sikap tegas terhadap sihir dan khurafat, dan memperbaiki
sarana transportasi dan komunikasi di dunia Islam. Sambil dengan tegas
membedakan antara: Islam sebagai agama dan sebagai peradaban, sunnah
yang sahih dan yang tidak, syari’ah dan pemahaman fuqaha (fiqh), serta
al Quran dan as Sunnah. Ia terutama memberikan prioritas pada perbaikan
pendidikan dan kemampuan teknologi. Karena masa depan kita, ia
menambahkan, diciptakan dari dua bidang ini.
Namun setelah menyaksikan kondisi negara-negara Islam atau negara
yang berpenduduk mayoritas Muslim, ia tampak kecewa, karena mendapati
mereka ternyata masih jauh dari kesiapan untuk melakukan
perbaikan-perbaikan itu. Hal itulah, barangkali yang menyebabkan ia
menulis dalam pengantar buku Trend Islam 2000: “Jika aku telah berhasil
mengemukakan sesuatu, maka sesuatu itu adalah suatu realitas yang
pedih!”
“Dengan kondisi negara-negara Islam seperti itu”, tambahnya pada
penutup buku Trend Islam 2000, “kita justru menjumpai kesuburan dan
vividitas peradaban yang diperlukan untuk membangkitkan Islam telah
berpindah dari pusat-pusat tradisional ke tempat-tempat seperti Los
Angeles, Washington, Leichter, Oxford, atau Colon dan Paris. Oleh karena
itu, tidak aneh jika nanti gerakan kebangkitan dan pembaruan Islam
justru dipimpin oleh pemikir-pemikir Islam dari negara-negara
non-Muslim!”
Saat ini Murad Hoffman sudah aktif ikut dalam konferensi-konferensi
Islam Internasional yang diadakan oleh organisasi-organisasi Islam. Jadi
sudah dikelompokkan sebagai tokoh Islam Internasional. Dan setahun
lepas, ia mendapatkan bintang penghargaan dari pemerintah Mesir atas
jasa-jasanya dalam pemikiran Islam. [sumber: wikipedia]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar