Senin, 11 Juni 2012

Protein Nabati Jadi Tren Sehat Terbaru di Amerika

Protein adalah nutrisi penting untuk kesehatan. Salah satu cara memenuhi kebutuhan protein adalah dengan mengonsumsi daging, namun langkah ini tidak praktis. Karena itulah, makanan tinggi protein nabati banyak menjadi pilihan.

Berdasarkan berita yang dilansir Daily Mail, tren makanan di Amerika Serikat kini mengarah pada produk yang berembel-embel 'tinggi protein'. Susu atau bubuk protein serta energy bar yang mengandung lebih dari 20 gram protein per penyajian cepat terjual, menggeser tren makanan tinggi serat dan rendah lemak.

Amanda Perry, ibu dari seorang balita yang memiliki 2 pekerjaan, kini rajin mengonsumsi protein dalam bentuk yang lebih praktis. Sebagai personal trainer dan pemilik gym, ia butuh banyak protein agar merasa kenyang lebih lama dan lebih berenergi.

Namun, hal ini sulit dilakukan dengan menyantap protein hewani seperti ayam atau steak karena kesibukannya. "Saya sering mencampur bubuk protein dengan susu almond, pisang, dan selai kacang agar mudah dibawa-bawa," kata Amanda. Ia hanya mengonsumsi energy bar berprotein jika sedang lari dalam waktu lama, butuh snack instan, serta saat sedang bad mood.

Hal serupa juga dinyatakan oleh Mary Nanfelt, analis dari IBISWorld. "Orang Amerika semakin peduli terhadap kesehatan dan semakin sibuk. Karena itulah penjualan energy bar berprotein yang praktis dibawa jadi meningkat. Snack ini sering dikonsumsi setelah berolahraga untuk membantu otot yang tegang," ujarnya.

Agar tidak bosan, produsen pun semakin kreatif membuat makanan cepat saji berbahan protein nabati. Misalnya, almond bubuk yang bisa diseduh dan diminum seperti susu, serta kedelai dan kacang polong yang dibentuk menjadi pasta. Kacang-kacangan tinggi protein dijual dalam bentuk bubuk dan milkshake agar lebih mudah disajikan dan fleksibel.

Selain alasan praktis, mengapa orang Amerika beralih dari daging sebagai sumber protein? Menurut Phil Lempert, salah satu penyebabnya adalah kenaikan harga daging. Hal ini ditambah dengan kekhawatiran akan daging merah dan kandungan lemak jenuhnya.

"Orang-orang semakin pintar memilih makanan. Dalam jangka panjang, mereka akan lebih memilih sayuran dan kombinasi berbeda untuk menciptakan protein. Misalnya nasi dengan buncis," ujar pakar pemasaran makanan ini.

Puncak popularitas protein adalah saat diet Atkins menjadi tren beberapa tahun lalu. Kali ini, pentingnya protein kembali digaungkan oleh Paleo Diet. Apalagi kini semakin banyak bukti bahwa protein nabati dapat menurunkan kadar kolesterol dan memiliki berbagai manfaat lain.

Protein hewani seperti daging merah, unggas, ikan, telur, dan susu adalah protein lengkap yang mengandung semua asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh. "Jika bisa, sebaiknya Anda mengonsumsi makanan secara normal (bukan snack, red.), karena santapan tersebut mengandung macam-macam nutrisi selain protein. Rasanya pun lebih enak," kata Margaret McDowell, ahli gizi dari National Institutes of Health.

Sementara itu, sumber protein nabati seperti buncis, polong, kacang, padi, biji-bijian, dan kedelai kurang lengkap asam amino esensialnya. Namun, hal ini bisa diatasi dengan memvariasikan asupan protein nabati.

Sebenarnya, sebagian besar orang Amerika sudah banyak mengonsumsi protein. Bahkan, data 2007-2008 menunjukkan bahwa orang Amerika berlebihan mengonsumsi protein, yakni sepertiga lebih banyak dari jumlah yang dibutuhkan. "Jadi Anda tak perlu mengonsumsi protein sebanyak yang Anda pikirkan," ujar Marisa Moore, pakar diet dari Academy of Nutrition and Dietetics (sumber: detikfood.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar